Pada hari selasa, di pertengahan oktober 2008, badanku meriang. Suhu badanku panas.
Sudah diberi obat penurun panas, namun panas hanya turun sebentar kemudian naik lagi 2 jam kemudian.
Aku menjalani pemeriksaan darah rutin, ternyata trombositku turun. Berhubung dokter spesialisku sedang ke luar negeri, aku menunda pemeriksaan hingga dokter datang.
Hari Jumat, dalam kondisi badan panas, aku kontrol ke dokter spesialisku di Jakarta Breast Center. Dokter memberiku obat penurun panas dan antibiotik.
Namun karena malamnya kondisiku tidak kunjung membaik akhirnya aku dan keluarga memutuskan untuk ke UGD RS Kramat.
Aku menjalani pemeriksaan darah rutin Pada waktu itu, suasana di UGD sangat menegangkan. Ada pasien penderita jantung yang mengalami sesak nafas. Anggota keluarganya ada yang menangis dan berteriak-teriak. Aku dan keluargaku jadi ikut tegang. Syukurlah akhirnya pasien tersebut selamat.
Hasil darah ternyata menunjukkan trombosit dan leukositku rendah. Karena aku sedang dalam masa radioterapi, maka dokter meminta pemeriksaan darah ulang untuk mengecek trombosit sekaligus anti dengue. Jadi dua kali ambil darah.
Dan hasilnya aku kena demam berdarah.
Jumat malam itu juga aku masuk ke ruang rawat inap untuk diinfus. Esoknya dokter memberitahuku bahwa Demam berdarah adalah penyakit 10 hari. Wah kalau dihitung-hitung berarti bisa-bisa aku lebaran di rumah sakit. Pasrah dan ikhlas, hanya itu yang bisa kulakukan.
Karena leukositku cukup drop, aku disuntik granocyt. Aku minum sari kurma, jus buah bit, dan air putih yang banyak. Aku tidak minum angkak karena khawatir dengan kandungan angkak yang mungkin berpengaruh terhadap pertumbuhan sel kanker.
Subhanallah Alhamdulillah Allahuakbar, hari selasa, sehari sebelum Idul Fitri, hasil pemeriksaan menunjukkan trombositku mulai naik. Pada saat visit, dokter menyampaikan kalau malam nanti membaik trombositnya maka aku boleh pulang. Rasanya senang sekali, puji syukur aku panjatkan pada Allah. Karena pertolongan Allahlah kondisiku membaik.
Benar, tepat pada malam takbiran, aku diantar bapak dan suamiku sudah boleh keluar dari RS.
Esoknya aku bisa berlebaran di rumah bersama keluarga.
Alhamdulillahi rabbil 'alamin.
Kemoterapi pertama (First line Chemo) telah kujalani. Perjuangan demi perjuangan kucoba jalani. Aku hanyalah manusia biasa, saat kanker menyapaku, aku begitu rapuh. Aku terus belajar dan terus belajar memahami hikmah dibalik ujian yang Allah berikan. Aku tahu skenario Allah tak pernah buruk untukku.
First Line Chemo kujalani di RS Siloam kebon Jeruk. Dengan pengetahuan seorang awam, aku serahkan pengobatan kankerku pada seorang dokter bedah. Dokter bedah ini sebenarnya sangat baik dan kompeten di bidangnya. Tapi ternyata dokterku itu masih kurang jam terbangnya dalam pengobatan kanker.
Kemoterapi pertama yang kujalani dibagi 6 cycle. Untuk meringankan beban sel normal akibat efek kemoterapi, dokter menjadwalkan kemoterapi dalam 12 sesi, jadi masing-masing cycle dibagi 2, a dan b. Dengan obat kemo CMF (Cyclophosphamide, Methotrexate, Fluoracil) + Anthracyclin (Epirubicin).
Pada awal kemoterapi aku merasakan mual bahkan muntah. Dua kali kemo sudah cukup membuat rambutku habis. Daripada rontok dimana-mana, kuminta ibuku untuk mencukur habis rambutku.
Alhamdulillah, keluargaku menerimaku apa adanya. Pada awalnya aku sendiri harus membiasakan diri dengan wajah gundulku. Aku khawatir anak-anakku akan takut melihat mamanya gundul, tapi Alhamdulillah, anak-anakku sama sekali tidak takut dan malah kadang dibuat “guyon” saja. Kadang aku dan anakku malah menyanyi gundul-gundul pacul, sambil ketawa-ketawa supaya anak-anakku terbiasa dengan mamanya yang gundul.
Fira, yang berumur 2,5 tahun (saat awal aku terdeteksi kanker) sangat mengerti mamanya. Dia tahu aku tidak bisa menggendong lagi padahal di usianya yang 2,5 tahun itu masih ingin digendong mamanya. Katanya “Mama nggak bisa gendong, mama sakit. Jalan aja” dengan bahasanya yang lucu.
Kadangkala kupandang dan kupeluk kedua anak-anakku disaat mereka tidur, tak terasa air mata menetes, Ya Allah, aku ingin hidup, aku tak ingin mereka kehilangan kasih sayang ibu kandungnya.
Di pertengahan cycle, ada kejadian yang tak terduga. Karena leukositku turun menjadi 2300, aku demam sampai akhirnya dirawat di RS selama 4 hari. Seminggu setelah itu, vena ditangan kiriku mulai terasa nyeri. Tangan kiriku bengkak dan melepuh karena ekstravasasi ( pecahnya pembuluh darah pada saat injeksi, sehinggga obat kemo merembes keluar dan mengakibatkan pembengkakan ). Rasanya bukan main sakitnya, aku jadi tergantung dengan obat pereda sakit.
Pernah saat melepuh itu, oleh dokter bagian melepuh itu disedot dengan suntikan untuk melihat apakah berisi nanah atau air. Alhamdulillah hanya air. Satu bulan aku recover dari bengkak akibat ekstravasasi.
Akibat tanganku yang bengkak ini, jadwal kemo jadi ditunda cukup lama. Dokter pun mengurangi dosis obat karena khawatir terhadap dampaknya pada kondisi fisikku. Mungkin inilah yang menyebabkan recurrence (kanker tumbuh lagi) di dalam masa kemoterapi.
Pada saat mandi tanpa sengaja, aku merapa ada benjolan sangat kecil dibawah scar mastektomi. Aku laporkan pada dokterku pada saat kemo 11. Dokter memutuskan untuk melakukan biopsi dengan melakukan operasi kecil. Satu hari setelah kemo, Aku masuk ke ruangan operasi lagi. Agak takut awalnya, tapi lama-lama aku bisa mengontrol diri bahkan saat operasi aku masih bisa ngobrol dengan dokter.
Sayangnya, keesokan harinya dokter menginformasikan bahwa hasil PA menunjukkan benjolan tersebut positif Carcinoma Duktal Invasif grade 3 dengan ekspresi seperti orang putus asa. Astaghfirullahal Azhiim…..
Dokter memintaku untuk melanjutkan pengobatan dengan radioterapi. Aku dirujuk ke RS Gatot Subroto. Dokter juga memberiku resep tamoxifen, namun hingga kini aku belum menembus obatnya karena aku memutuskan untuk mencari dokter onkologi yang benar-benar dapat membantu pengobatanku.